TenggaraNews.com, KOLAKA – Kasus penyerobotan lahan dan pengrusakan tanaman warga di Kelurahan Anaiwoi, Kecamatan Tanggetada, Kabupaten Kolaka, yang diduga dilakukan oleh kelompok mafia tanah kini menjadi perhatian publik.
Pemerhati konflik agraria, Jabir mengatakan, tindakan kelompok mafia tanah tersebut merupakan pelanggaran hukum. Olehnya itu, semua pihak yang terlibat dalam aksi penyerobotan tersebut harus segera ditangkap dan dihukum sesuai aturan yang berlaku.
“Yang saya tahu pasti ini adalah kelompok atau individu yang melakukan pengrusakan, apalagi mereka ini melakukan penggusuran tanaman orang menggunakan alat berat, bagi saya ini hukum rimba yang berlaku,” ungkap aktivis agraria asal Kolaka ini, saat ditemui di Wundulako, Selasa 18 Februari 2020.
Jabir menambahkan, kelompok mafia tanah tersebut melakukan penyerobotan dengan mangatasnamkan masyarakat adat Mekongga, masyarakat mekongga yang mana? Kalau berbicara lembaga, tentu ada lembaga adat.
Menurut dia, yang terjadi di Kecamatan Tanggetada bukan lagi hukum adat, melainkan hukum rimba. Sebab, hukum adat berbicara pemilik hak waris tanah adat, sehingga harus tahu apa alas hak yang dimiliki untuk mengkalaim kepemilikan lahan.
“Kalau kita di Mekongga ini, karena sudah pernah melakukan penelitian dan diungkapkan tokoh – tokoh adat di sini yang sudah dituakan, bahwa ada tanda – tanda kepemilikan atau alas hak ketika berbicara hukum positif. Misalnya, harus ada pohon sagu dan berapa rumpun jumlahnya, kemudian Walaka atau tempat pengembalaan kerbau, biasanya tempat lahan yang basa seperti di Rawatinondo. Kemudian Waworaha (rumah kebun), ada tanaman dan kuburan. Nah itulah bukti alas hak kepemilikan adat,” bebernya.
Dikatakannya, jika ingin mengetahui tanah ulayat, harus ada penelitian terlebih dahulu dari pemerintah, sehingga nanti ketika hasil penelitiannya benar itu baru akan di tuangkan dalam sebuah regulasi.
Jadi, lanjut Jabir, yang mengklaim lahan warga sebagai hak milik mereka dengan dalih tanah ulayat ataupun tanah adat bukan masyarakat masyarakat adat Mokongga. Melainkan kelompok mafia tanah, karena infonya mereka-mereka juga yang mengklaim dan menyerobot di tempat lain.
“Lembaga adat Mekongga kan tidak mengakui juga kalau di Anaiwoi itu adalah tanah ulayat di situ. Adapun lembaga adat merekomendasikan atas hak tanah ulayat itu juga sudah salah,” katanya.
Lebih lanjut, Jabir mengungkapkan, jika pihak-pihak tertentu mengklaim lahan yang digusur adalah tanah ulayat, maka harus memiliki hak ulayat, dan harusnya menempuh proses hukum melalui perdata. Tapi yang terjadi justru pengrusakan dan penggusuran. Artinya, di sini sudah ada pelanggaran pidananya.
“Jadi, wajarlah jika pihak kepolisian segera menangkap para terlapor, untuk diberikan efek jera. Jika tidak, maka persoalan penyerobotan lahan khususnya di Tanggetada ini akan terus bermasalah. Dan ini yang melakukan orang – orang yang sama, artinya setelah di kapling tanah di sebelah dan dia jual, setelah itu dia pindah lagi di tempat lain,” tegasnya.
“Para pelaku harus ditangkap dan diproses secara hukum, nda boleh dibiarkan seperti ini, jika dibiarkan akan jadi polemik dan meresahkan masyarakat. Saya bisa katakan pelakunya itu kelompok mafia tanah, karena itu-itu terus ji orangnya,” tambahnya.
Laporan: Ikas