TenggaraNews.com, KENDARI – Wakil Ketua DPRD Provinsi Sultra, Muh. Endang SA menyoroti sejumlah program pembangunan pemerintahan Gubernur dan Wakil Gubernur Sultra, Ali Mazi – Lukman Abunawas (Aman). Ketua DPD Partai Demokrat Sultra ini menilai perlu dilakukan evaluasi terhadap beberapa program Aman.
Menurut Endang, evaluasi yang akan dilakukan pihak legislatif sejalan dengan penegasan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muh. Tito Karnavian yang akan melalukan evaluasi terhadap APBD pemerimtah provinsi (Pemprov) se- Indonesia.
Penegasan Mendagri tersebut dimaksudkan untuk lebih fokus pada kesejahteraan dan tepat sasaran, dengan tujuan peningkatan kesejahteraan, mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di daerah.
Olehnya itu, kata Endang, DPRD Provinsi Sultra mendukung sikap tegas Mendagri untuk melakukan evaluasi APBD Tahun Anggaran 2020 pada setiap daerah di seluruh Indonesia.
Lebih lanjut, Endang menyebutkan, dalam pandangannya saat ini, ada beberapa program yang patutu untuk dievaluasi dari berbagai aspek. Diantaranya, pembangunan perpustakaan modern yang diperkirakan menelan anggaran Rp94 miliar, jalan akses pariwisata Kendari-Toronipa dengan anggaran Rp804 miliar.
Kemudian, lanjut Endang, pembangunan rumah sakit jantung bertaraf international yang akan menelan anggaran triliunan rupiah, dan pinjaman daerah sebesar Rp. 1.195.000.000.000,.
“Saya selaku pimpinan DPRD Provinsi akan mendorong Pemprov Sultra, terkhusus kepada DPRD provinsi sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, untuk melakukan evaluasi terhadap APBD Provinsi Sultra yang telah ditetapkan untuk tahun anggaran 2020. Insha Allah, setelah anggota DPRD provinsi pulang dari kegiatan orientasi di Pusdiklat Depdagri di Makassar, permintaan evaluasi anggaran ini akan kita bahas,” ujar mantan calon Bupati Konsel ini, Selasa 29 Oktober 2019.
Untuk pembangunan perpustakaan, Endang mengatakan, perkembangan teknologi telah merubah paradigma pengunjung perpustakaan ke arah digitalisasi. Untuk itu, perpustakaan bukan lagi menjadi bangunan atau gedung penyimpanan buku serta tempat yang eksklusif, tetapi lebih ke pemanfaatan teknologi, sehingga kebutuhan informasi pengunjung perpustakaan bisa didapatkan tanpa harus berkunjung langsung ke perpustakaan.
“Kami berharap, kiranya era ini lebih tepat melakukan support digitalisasi yang ada menuju E-Library atau pembangunan digitalisasi, sehingga lebih bermanfaat dan efisien dari sisi anggaran,” kata Endang.
Atas dasar tersebut, mantan Ketua KNPI Provinsi Sultra ini memandang, bahwa pembangunan perpustakaan modern yang diperkirakan menelan anggaran sebesar Rp. 94.000.000.000 agar ditinjau kembali.
Selanjutnya, pembangunan jalan akses pariwisata Kendari-Toronipa yang juga perlu dilakukan evaluasi. Pada dasarnya, pembangunan infrastruktur termasuk jalan merupakan salah satu kebutuhan penting masyarakat, namun dalam pelaksanaannya harus mempertimbangjan skala prioritas. Alokasi anggaran yang sangat besar hingga mencapai angka Rp. 804.000.000.000 hanya untuk menghubungkan akses Kendari-Toronipa.
Hal itu dinilai sebagai suatu pemborosan anggaran. Sebab, masih banyak fasilitas infrastruktur jalan yang mengalamibrusak berat dan lebih mendesak atau penting untuk dilalukan perbaikan, seperti jalan di Lakapera (Muna), Lalembuu (Konsel), Buton Selatan dan beberapa daerah lainnya.
“Kalau jalan-jalan yang saya sebutkan tadi dijadikan prioritas, justru akan lebih bermanfaat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, ketimbang akses Kendari-Toronipa. Kalau pun mau dibangun untuk kebutuhan akses ke obyek pariwisata, seyogyanya tidak menelan anggaran fantastis hingga triliunan rupiah,” ujar Endang.
Sebagaimana yang telah disepakati, jangka waktu untuk pelaksanaan pinjaman daerah demi membangun akses Kendari-Toronipa selama dua tahun. Pada 2020 sebesar Rp. 502.500.000.000, dan pada 2021 Rp. 301.500.000.000.
Program lainnya adalah pembangunan rumah sakit jantung bertaraf international yang urgensi pembangunannya belum menjadi prioritas, mengingat fasilitas dan kesiaoan dari sisi SDM yang belum memadai.
Apabila tetap dipaksakan, kata Endang, dikhawatirkan tidak dapat beroperasi secara maksimal. Olehnya itu, pembangunan rumah sakit jantung tersebut belum urgen untuk dilaksanakan.
“Kami akan lebih sepakat, jika Pemprov Sultra memaksimalkan kualitas layanan RSUP Bahteramas,” katanya lagi.
Adapun jangka waktu pembangunan rumah sakit tersebut selama dua tahun. Pada 2020 akan menghabiskan anggaran Rp. 201.500.000.000. Kemudian Rp. 196.400.000.000 di tahun 2021 mendatang.
Sedangkan untuk pinjaman daerah sebesar Rp. 1.195.000.000.000, juga dinilai tak ada urgensinya. Pinjaman daerah bukanla sesuatu yang baru, tetapi, idealnya pinjaman itu dilakukan untuk hal yang mendesak dan diperuntukan pada hal yang besar.
Menurut dia, pinjaman daerah diharapkan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat secara adil dan merata, bukan hanya di Kota Kendari saja, tapi di 17 kabupaten/kota se-Sultra.
Pinjaman daerah akan bersifat urgensi dan bermanfaat, jika diperuntukan pada pembangunan jalan provinsi sepanjang 700 KM yang rusak parah. Jalan tersebut mempunyai dampak ekonomi yang signifikan dan menjadi simpul distribusi barang dan jasa.
Selain itu, pinjaman juga harus mempertimbangkan kemampuan keuangan pemerintahan daerah, dan periodesasi masa jabatan gubernur dan wakilnya, sehingga tidak menjadi beban bagi daerah serta gubernur dan wakil gubernur selanjutnya.
Endang juga memastikan, pemerintahan Ali Mazi dan Lukman Abunawas akan meninggalkan utang yang besar akibat pinjaman daerah itu. Sebab, di tahun 2021 hingga 2022 hanya akan membayar bunga pinjaman, sedangkan di akhir masa pemerintahan pasangan Aman yakni pada 2023 mendatang, baru akan membayar pokok sebesar Rp 400 miliar. Artinya, masih ada utang sebanyak Rp 800 miliar yang diwariskan.
Sementara di tahun 2023 mendatang, Sultra akan menghadapi agenda besar yakni Pilgub dan Pilkada serentak di kabupaten/kota, hajatan tersebut membutuhkan anggaran sebesar Rp600 miliar.
Sementara itu, Endang memastikan, bahwa APBD 2021 hingga 2023 mendatang akan turun. Saat ini dalam kondisi naik karena ada pinjaman.
Ditanya terkait bentuk evaluasi yang dimaksud, Endang mengatakan, bahwa hal itu bisa berupa penghapusan program ataupun perubahan.
“Desakan evaluasi akan dikirim ke Kemendagri. Selanjutnya, pihak Kemendagri bisa memberikan sikap,” pungkasnya.
Laporan: Ikas