TenggaraNews.com, BANGKINANG – Meski pemerintah pusat telah mewanti-wanti agar pemerintah daerah, penyelenggara hukum dan pendidikan tidak melakukan pungutan liar (Pungli), namun hal itu masih saja terjadi. Seperti yang dilakukan Dugaan pungutan di SMPN 5 Tapung, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Dengan bermoduskan biaya study tour peserta didik sebesar Rp 800 juta, pihak sekolah berhasil mengumpulkan anggaran dari para siswa-siswi. Hal itu pun diakui diakui Yamto, selaku Kepala Sekolah SMPN 5 Tapung.
Dijelaskannya, uang tersebut dipungut dari masing-masing peserta didik, dan merupakan kebijakan bersama yang telah disepakati oleh pihak sekolah bersama komite sekolah, tanpa musyawarah dengan para orang tua murid.
Yamto menambahkan, pungutan tersebut tidak diwajibkan ke pada peserta didik. Namun, Ia menegaskan bahwa para orangtua wajib mendukung program sekolah.
Menurutnya, pungutan uang tersebut diperuntukkan sebagai biaya study tour siswa/i SMPN 5 Tapung, dan pihaknya telah melaporkan hal tersebut secara tertulis ke UPTD Dikpora Kecamatan Tapung, dan Dinas Dikpora Kabupaten Kampar guna diberikan izin.
“Kegiatan pemungutan biaya study tour tersebut bukan hanya dilakukan oleh pihak SMPN 5 Tapung saja, namun sekolah lainnya juga melakukan hal yang sama serta dikenakan biaya ke para siswa sebesar Rp 1.400.000 per orang,” ujar Yamto.
Anehnya, pengakuan kepala sekolah tersebut justru dibantah oleh Kepala UPTD Disdikpora Kecamatan Tapung, Aidila seraya memberikan keterangan berbeda dengan Kepala sekolah SMPN 5 Tapung.
Aidil mengatakan, pungutan uang tersebut adalah merupakan tabungan para peserta didik. Hal itu dikatakannya berdasarkan informasi yang ia terima dari Yamto, selaku Kepala SMPN 5 Tapung.
”Keterangan yang saya terima dari Kepala Sekolah SMPN 5, bahwa pungutan tersebut bukanlah untuk biaya study tour, tetapi pungutan itu adalah tabungan para peserta didik di sekolah, ” ungkapnya.
Aidil juga mengaku, bahwa pihaknya tidak mengetahui adanya pungutan kepada peserta didik sebesar Rp 800 juta, guna biaya study tour.
Ketua Komisi II DPRD Kampar, Zumrotun menilai, kedua pernyataan berbeda tersebut disebabkan kurangnya komunikasi, antara pihak sekolah terhadap UPTD Disdikpora Tapung. Persoalan tersebut tidak dapat ditindaklanjuti Komisi II DPRD Kampar .
Menurut Zumrotun, masyarakat harus melaporkan persoalan pungutan tersebut ke DPRD Kampar secara tertulis, hingga mendapatkan tindakan dari pihaknya.
Sebab, Komisi II DPRD Kampar menganggap tidak ada masalah yang terjadi jika tidak ada laporan masyarakat, walaupun persoalan tersebut telah diketahui oleh Komisi II DPRD Kampar melalui pemberitaan pihak media.
Laporan: Annar Nainggolan
Editor: Ikas Cunge