TenggaraNews.com, KENDARI – Gubernur Sultra, Ali mazi menyampaikan pernyataan resminya, terkait keputusan dirinya atas polemik penolakan IUP pertambangan di Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep).
Melalui pemberitaan di sejumlah media online, Ali Mazi mengatakan, bahwa malam ini, Senin malam 11 Maret 2019, pihaknya membekukan sementara semua IUP pertambangan di daerah yang popular dengan sebutan Pulau Wawonii.
Sayangnya, kebijakannya tersebut hanya sebatas pernyataan lisan saja, tidak dituangkan dalam sebuah regulasi seperti keputusan gubernur. Sebab, Ali Mazi baru mengagendakan untuk mengundang para pemegang IUP.
“Saya sahuti tuntutan mahasiswa untuk memberhentikan sementara IUP di Wawonii, ada 18 IUP dan yang masih aktif ada 15 IUP itu yang dihentikan dulu,” ucapnya kepada wartawan saat ditemui di Rumah Jabatan (Rujab) Gubernur Sultra, dikutip dari laman Detiksultra.com
Selanjutnya, untuk menidaklanjuti keputusan tersebut, Ali Mazi uga membentuk tim investigasi untuk menyelidiki 15 IUP yang ada di Konkep.
” Kalau setelah diselidiki, ada yang menyalahi aturan, kita cabut secara permanen,” kata Ali Mazi, dilansir dari laman sultrakini.com.
Pernyataan pembekuan sementara 15 IUP di Konkep, disampaikan Gubernur Ali Mazi setelah terjadi dua kali aksi penolakan tambang yang berakhir ricuh dan menelan korban. Aksi pertama dilakukan pada Rabu 6 Maret 2019, kemudian dilanjutkan aksi kedua dengan jumlah massa yang lebih banyak, bertajuk aksi solidaritas bela Konkep, Senin 11 Maret 2019.
Hasilnya, kembali terjadi kericuhan dan berakibat fatal. Mahasiswa dan polisi bentrok dan diwarnai lemparan batu, juga aksi pengrusakan kendaraan dinas (Randis) dan kendaraan roda empat milik salah satu wartawan.
Akibat kericuhan yang tak terelakan, kedua belah pihak, baik itu aparat kepolisian maupun mahasiswa mengalami luka-luka.
Dikutip dari laman detiksultra.com, Ketua Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Sultra, Hidayatullah menilai Gubernur Sultra tidak sensitif terhadap problem sosial yang sedang terjadi saat ini. Akibatnya, gelombang protes berdatangan dari segala penjuru yang menjadi keras dan anarkis.
“Klimaks dari masalah ini akan menjadi agenda hukum nasional, dan akan menjadi agenda koalisi mahasiswa dan masyarakat sipil secara nasional,” cetusnya.
Semoga pernyataan pembekuan tersebut benar-benar dilakukan, meski hanya disampaikan melalui pernyataan lisan. Sehingga tidak terkesan seperti hiburan semata, untuk meredam kemarahan masyarakat Pulau Wawonii.
(Rus/red)