TenggaraNews.com, BUTENG – Badan Pertanahan Nasional (BPN), Buton Tengah (Buteng), Sulawesi Tenggara (Sultra), kini menuai sorotan warga sebab menerbitkan sertifikat ganda.
Berlokasi di area yang sama yaitu di jantung Kota Buteng, Labungkari, Desa Teluk Lasongko, Kecamatan Lakudo ini, diketahui memiliki permasalahan serius sebab memiliki sertifikat tumpang tindih (ganda) yaitu sertifikat keluaran tahun 2012 dan sertifikat keluaran tahun 2020.
Kepala BPN Buteng melalui Pelakana Tugas (Plt) Kepala Seksi (Kasi) Pengendalian dan Penanganan Sengketa Pertanahan, Fahri, mengaku penyebab terjadinya tumpang tindih serifikat tanah di wilayah tersebut karena adanya kekeliruan dalam perubahan pengimputan data.
Fahri berspekulasi bahwa data serifikat tanah lama terbitan tahun 2012, juga sampai dibuatkan sertifikat baru keluaran tahun 2020 di lokasi yang sama karena data sertifikat lama belum terimput pada sistem digital.
“Kemarin kami melakukan migrasi (perpindahan) data dari data manual ke sistem digital. Inikan kemarin (data sertifikat lama) kami tidak dapat arsipnya, nda tau nda ada atau nda dapat arsipnya di sini, makanya tidak terimput ke sistem digital,” kata Fahri, saat ditemui di Kantornya, Selasa 30 November 2021.
Lanjut Fahri, setelah data sertifikat tahun 2012 tersebut dianggapnya tidak termuat pada sistem digital, maka munculah permohonan pengukuran baru diluar kepemilikan sertifikat tahun 2012.
“Jadi pas ada permohonan baru (pembuatan sertifikat baru) menurut informasi dari rekan-rekan pengukuran, maka dimasukanlah di sistem, jadi terbacalah di sistem digital (Pemohon yang baru),” sambung Fahri.
Nanum demikian, (Plt) Kasi Pengendalian dan Penanganan Sengketa Pertanahan ini mengungkapkan bahwa dengan munculnya sertifikata ganda tersebut pihaknya tetap berkomitmen dalam mempertimbangkan sertifikat lama (yang duluan terbit).
“Kami tetap mempertimbangkan sertifikat lama juga, artinya sertifikat lama duluan terbit,” ujar Dia.
Sementara di tempat yang sama, hadir mewakili keluaran sertifikat lama terbitan tahun 2012, Halidun, meminta kepada pihak BPN Buteng agar tidak berspekulasi sampai membenarkan adanya sertifikat baru yang menyebabkan kegandaan dalam sertifikat
“Tanah itu tanahnya mama saya dan atas nama mama saya sendiri dalam sertifikat. Setiap tahunya kami bayar pajaknya (sambil memperlihatkan bukti lengkap),” ucap Halidun.
“Saya melihat dalam peta untuk sertifikat terbaru keluaran 2020 itu ternyata bukan saja tanahnya mama saya yang diambil, tapi bahkan sudah masuk juga tanah milik tetangga saya ikut masuk wilayah sertifikat baru. Kok bisa terjadi seperti itu, sama siapa mereka mengambil tanda tangan di tetangga-tetangganya saat pengukuran sehingga dikeluarkanlah sertifikat tahun 2020 itu,” tutup Halidun dengan kesalnya.
Laporan : Hasan Barakati