TenggaraNews.com, JAKARTA – Anggota Komisi VII DPR RI, H. Ihwan Datu Adam menyoroti keputusan Gubernur Sultra, Ali Mazi terkait pembekuan sementara 15 IUP pertambangan di Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), yang hanya disampaikan sebatas peryataan lisan.
Menurut anggota Fraksi Partai Demokrat ini, seharusnya keputusan pembekuan tersebut dari Gubernur Sultra tak hanya dalam bentuk pernyataan saja, melainkan dituangkan dalam sebuah regulasi, agar memiliki kekuatan hukum.
“Ya tidak bisalah. Mana bisa keputusan lisan itu bisa dipegang, yah kebijakan itu harus tertulis dong,” ujarnya saat ditemui TenggaraNews.com di ruang rapat Komisi VII DPR RI, Selasa 12 Maret 2019.
Ihwan Datu Adam menyarankan kepada Gubernur Sultra, agar segera menuangkan kebijakan pembekuan IUP tersebut dalam regulasi seperti surat edaran atau surat keputusan gubernur.
Sebab, jika hanya dalam bentuk pernyataan lisan semata, maka Gubernur Sultra bisa saja menganulir pernyataan yang telah dilontarkan ke sejumlah media. Meski ada bukti rekaman wawancara, namun hal itu tak menjadi kekuatan untuk menghentikan aktivitas para pengusaha tambang di lahan konsesinya.
“Kan bisa saja Pak Gubernur bilang tidak pernah menyatakan hal tersebut. Makanya saya sarankan agar gubernur menerbitkan surat terkait kebijakan pembekuan tersebut. Karena lisan tak memiliki kekuatan hukum,” tegasnya.
Selain itu, politisi Partai Demokrat ini meminta agar Gubernur Sultra sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, harus tegas dalam menyikapi polemik pertambangan di daerahnya.
“Jangan bicara di media sudah mengehentikan, tapi faktanya di lapangan masih beraktivitas. Inikan bentuk ketidaktegasan gubernur,” katanya.
Dia juga mengakui, bahwa pihaknya sudah mendengar informasi adanya tumpang tindih IUP di Sultra. Setidaknya ada sekitar 25 IUP yang akan ditertibkan. Pada dasarnya, IUP terdiri dua macam yakni yang diterbitkan oleh kepala daerah baik itu bupati maupun gubernur, kemudian ada juga PKP2B yang diterbitkan oleh pemerintah pusat.
“Tapi, yang akan ditertibkan itu IUP yang diterbitkan oleh kepala daerah. Kami di Komisi VII mendorong agar ditertibkan. Kita lihat, kalau menabrak aturan yang ada, maka IUP-nya harus dicabut,” terang pria yang akrab disapa Datu.
Ia juga menitipkan pesan, agar kebijakan yang berpotensi berdampak pada kerusakan lingkungan jangan dibiarkan. Sebab, dampak terburuk pasca kebijakan tersebut direalisasikan adalah generasi selanjutnya yang akan merasakannya.
Sebelumnya, Gubernur Ali mazi menyampaikan pernyataan resminya, terkait keputusan dirinya atas polemik penolakan IUP pertambangan di Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep).
Melalui pemberitaan di sejumlah media online, Ali Mazi mengatakan, bahwa malam ini, Senin malam 11 Maret 2019, pihaknya membekukan sementara semua IUP pertambangan yang ada di Kabupaten Konkep.
Sayangnya, kebijakannya tersebut hanya sebatas pernyataan lisan saja, tidak dituangkan dalam sebuah regulasi seperti keputusan gubernur. Sebab, Ali Mazi baru mengagendakan untuk mengundang para pemegang IUP.
Pernyataan pembekuan sementara 15 IUP di Konkep, disampaikan Gubernur Ali Mazi setelah terjadi dua kali aksi penolakan tambang yang berakhir ricuh dan menelan korban. Aksi pertama dilakukan pada Rabu 6 Maret 2019, kemudian dilanjutkan aksi kedua dengan jumlah massa yang lebih banyak, bertajuk aksi solidaritas bela Konkep, Senin 11 Maret 2019.
Hasilnya, kembali terjadi kericuhan dan berakibat fatal. Mahasiswa dan polisi bentrok dan diwarnai lemparan batu, juga aksi pengrusakan kendaraan dinas (Randis) dan kendaraan roda empat milik salah satu wartawan.
Akibat kericuhan yang tak terelakan, kedua belah pihak, baik itu aparat kepolisian maupun mahasiswa mengalami luka-luka.
(kas/red)