OPINI
Oleh: Bram Barakatino (Penulis merupakan Koordinator AMPH SULTRA dan Plt. DPC Pospera Kota Kendari.)
TenggaraNews.com – Tidak ada untung rugi dan tidak ada perseteruan maupun arogansi antara pengurus partai berlambang matahari itu. Disana hanya ada mekanisme dan sangsi serta sikap pimpinan dalam memberi keputusan pada bawahanya.
Semua berjalan logis dan realistis. PAN itu bukan forum. Itu Parpol, semua kader harus tunduk pada doktrin ideologi. Tidak baik bicara untung rugi antar persona, soal rugi dan tidak rugi sebagai impek eksternal, saya rasa smua Parpol punya strategi mengatasi semua itu.
Cukup sederhana, jika kondisi ini di sangkut pautkan dengan momentum Pilgub, saya lebih tertarik membahas untung rugi dengan angka-angka. Penduduk Muna Barat itu hanya berkisar 40 ribu, jauh lebih kecil dari penduduk Kota Kendari yang kisaranya mencapai ratusan ribu.
Lagian, keputusanya adalah tepat. Membiarkan racun dalam makanan bukan pilihan tepat untuk sehat. Pilihanya hanya buang racunya, atau buang makananya. Sekelas PAN yang sudah malang melintang mewarnai demokrasi di Indonesia ini, saya rasa tidak kekurangan peminat untuk menjadi kader di dalamnya.
Cobalah memahami sesuatu lebih objektif, jangan rusaki negeri ini dengan pelacuran intelektual. Teori diadopsi ubahnya ilmu faktual. Ingatlah, membohongi publik adalah dosa pada generasi.
Mungkin dari sisi sudut pandang logis dan tidak logis, tindakan politisi pendatang baru pak “RT” (Bukan Rukun Tetangga) cukup terkesan tidak cerdas dan tidak dewasa dalam berpartai. Aroma ini konsistensi terhadap keputusan konstitusi partai dan in toleran terhadap ideologi partai amat mencolok.
Sejatinya, pertentangan cara dan metode dalam partai itu adalah bagian dari dinamika demokrasi menuju paripurnanya kedewasaan politik, bukan malah mendiskreditkan tujuan partai.
Pak RT ini harusnya mampu membedahkan ketundukan personal dan ideologis. Ketika dalam satu kesatuan yang utuh dengan mengemban visi dan misi yang sama, harusnya pemahaman untung dan keuntungan itu berorientasi pada kepentingan kolektif, bukan malah kepentingan indifidual.
Jika para pelaku politik partai seperti ini adanya, maka tujuan parpol sebagai pilar demokrasi itu akan terkikis habis, dan yang ada bibit aktor politik indifidualistik makin menjamur. Cara berpolitik itu adalah cerminan kemurnian moral seorang aktor untuk menilai kesungguh-sungguhanya dalam membangun komitmen.
Prinsip dan konsistensi itu tidak semata mata bisa diukur dengan senyum dan blusukan sana sini saja. Semua terpatri pada kematangan intelektual dalam menjalani sendi – sendi organisasi itu sendiri.
Rakyat tidak akan mampu menitipkan beban moril ataupun materil pada pelaku politik yang berkecenderungan tidak menghargai, atau tidak mengerti cara berkelompok yang baik alias indifidualis. Minimal tidak seorang pemuda yang mungkin sebahagian orang menganggapinya labil, itu telah berani menjalankan keputusan yang kelompoknya telah sepakati.
Saya sangat percaya, bahwa negeri ini hanya akan bisa berdiri di tangan politikus yang punya konsistensi dan paham seperti apa organisasi.