TenggaraNews.com, KENDARI – Menanggapi desakan masyarakat Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep) yang tergabung yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa dan Masyarakat Wawonii (PMMW), pemerintah provinsi (Pemprov) Sultra melalui Plt. Dinas ESDM, Andi Makkawaru mengaku akan segera menindaklanjuti tuntutan masa aksi tersebut.
Ditanya terkait langkah tidal lanjut, Andi Makkawaru menegaskan, pihaknya bisa mengambil langkah pemberhentian sementara aktivitas pertambangan di daerah tersebut.
Hanya saja, kata dia, penghentian sementara, baik sebagaian maupun seluruh kegiatan atau aktivitas pertambangan ada mekanismenya, salah satunya adalah tuntutan dari masyarakat yang bisa menimbulkan konflik sosial, karena pihaknya tidak menginginkan hal itu terjadi. Sebab, investor hadir untuk mensejahterakan masyarakat.
“Kalau kami, yah kita akan lakukan penghentian sementara dulu. Kalau penghentian sementara bisa dilakukan kapan saja, tapi sebelum keputusan itu diambil, terlebih dahulu saya harus melakukan kajian bersama tim,” tegasnya, Selasa 13 November 2018.
Pada dasarnya, lanjut Andi Makkawaru, Pemprov selalu ingin mensejahterakan masyarakat. Menurut dia, penerbitan 15 IUP di Konkep merupakan pekerjaan rumah administratif di masa lalu yang perlu dibenahi. Sedangkan terkait tuduhan proses penerbitan IUP yang dinilai inprosedural, hal itu bisa dibuktikan kebenaranya melalui poses hukum di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).
Plt. Kadis ESDM menambahkan, jika melihat dari prosesnya, dimana izin yang diterbitkan oleh Bupati Konawe saat itu, kemudian dievaluasi oleh Direktorat Jendral Minerba dan mengeluarkan status CnC, maka bisa dikatakan IUP itu baik dan benar secara administratif. Adapun kebijakan Pemda Konkep yang mengatakan bahwa tidak boleh ada pertambangan di DOB tersebut, hal itu masuk dalam RPJMD yang berlaku lima tahun, sedangkan izin masa berlakunya sampai 20 tahun.
Lebih lanjut, Andi Makkawaru menjelaskan, bahwa pihaknya juga sedang menunggu hasil kerja dari tim penitia khusus (Pansus) pertambangan di DPR Provinsi Sultra, yang hingga saat ini belum mengeluarkan rekomendasi ke Gubernur Sultra.
Disebutkannya, dari 15 IUP yang diterbitkan, kini tersisa 7 perusahaan tambang status izinnya masih aktif, sedangkan delapan perusahaan lainnya sudah tidak aktif lagi. Salah satu perusahan yang masih aktif adalah PT. Gema Kreasi Perdana beroperasional di Desa Roko-roko, yang nampak aktif melakukan pembahasan lahan dan sosialisasi ke masyarakat.
Sedangkan terkait UU nomor 1 tahun 2014, tentang perencanaan wilayah pesisir dan Pulau-pulau diakuinya memang mengatur soal larangan adanya aktivitas pertambangan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Akan tetapi, yang menjadi persoalan adalah karena izin tersebut keluar sebelum ada regulasi ini.
“Persoalan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pemkab Konkep mengacu pada RTRW Provinsi dan nasional. Konkep merupakan DOB dari Konawe yang mana dalam RTRW kabupaten induk dan provinsi menyatakan ada kawasan pertambangan di daerah tersebut, sedangkan saat pembentukan RPJMD sembari mereka menyusun RTRW, yang jadi masaalah lagi, dalam RPJMD itu menolak aktivitas pertambangan, sedangkan RTRW Induk dan provinsi menyatakan masih ada,” pungkasnya.
(Ikas)