TenggaraNews. com, WAKATOBI – PT. Wakatobi Dive Resort (WDR) baru-baru ini mendapat protes dari masyarakat, karena dinilai merusak lingkungan laut dengan cara melakukan pengerukan pasir tanpa izin.
Hal tersebut memicu banyak komentar dan tanggapan publik, baik dari kelompok masyarakat, tokoh lrovinsi dan para aktifis diberbagai kalangan.
Bahkan mereka meminta untuk dilakukan penegakan hukum atas dugaan pengrusakan lingkungan yang di lakukan pihak WDR di Desa Lamanggau, Kecamatan Tomia Timur.
Menanggapi hal tersebut, anggota DPRD Arman Alini mengungkapkan, sebagai investor yang hadir di Kabupaten Wakatobi PT. WDR patut di support, namun harus juga disadari bahwa persoalan lingkungan dan manajemen perusahaan harus berpihak kepada masyarakat setempat.
” Kita Support dalam rangka pelestarian dan pengelolaan lingkungan laut yang lestari, tapi kalau patroli yang dilakukan swasta secara sepihak atas nama WDR kita tidak sepakat seperti itu, apalagi dengan nelayan lokal yang mereka juga mencari kehidupan di laut artinya harapan kita WDR lebih kooperatif menjalankan bisnis pariwisata di Pulau Tomia, ” ujarnya.
Selain itu, Ia Juga mendapat banyak laporan adanya pembatasan nelayan melakukan aktifitas memancing ikan diseputaran wilayah penyelaman WDR.
Pembatasan itu menurutnya, tidak perlu sebab para nelayan lokal sangat paham ketika ada aktifitas tamu WDR yang menyelam, mereka memilih menghindar.
” Kita juga ini membela hak-hak nelayan kita karena mereka juga mencari kehidupan di laut itu dengan ramah lingkungan, harapan kita pihak WDR ini tidak mengusik nelayan kita selagi mereka melakukan aktifitas dengan ramah lingkungan, ” ujar Arman anggota DPRD dua periode itu.
Selain itu Arman Alini juga menilai kontribusi PT. WDR perlu di tinjau ulang, sebab selama ini PT. WDR hanya membayar pajak botel dan restoran ke pemerintah daerah, sementara disinyalir sudah banyak tambahan bangunan di dalamnya.
” Dia dalam bentuk pajak hotel dan restoran yang penagihannya itu kalau saya tidak salah konfirmasi dengan Bappeda itu dibayarnya setiap tahun kisaran angkanya itu Rp 800 juta sampai Rp 1 Milyar pertahunnya, tapi mestinya juga kita harus review ulang, harus dihitung ulang secara transparan agar PAD nya sesuai dengan ketentuan yang ada, ” jelasnya.
Lanjutnya, tentu kita bersyukur ada juga feedbaknya dari perusahaan asing tapi di sisi lain kita butuh transparansi, karena di situ ada pemanfaatan bandara kemudian penambahan villa baru, sehingga kita berharap kepada pemerintah daerah untuk menghitung ulang apakah semua kewajiban WDR itu sudah sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh aturan atau tidak.
Lantas, juga ada dugaan kuat penggunaan pembangunan fasilitas di PT. WDR menggunakan material lokal, hal itu dinilai perlu ada pengawasan dari semua stakeholder kalau memang lingkungan harus dijaga, jangan disatu sisi ada pelarangan disisi lainya pihak swasta dibiarkan merusak lingkungan.
” Apa lagi kita ini taman nasional setiap aktifitas pembangunan di laut dan pesisir dlharus dilengkapi dengan dokumen lingkungan, ” imbuhnya.
Laporan : Ful
Editor : Tam