TenggaraNews.com, KENDARI – Banjir bandang yang melanda Desa Boenaga,Kecamatan Lasolo yang berada di Kabupaten Konawe Utara (Konut), Provinsi Sultra, diduga dampak dari aktivitas pertambangan.
Dugaan tersebut disampaikan Jaringan Pemerhati Investasi Pertambangan (JPIP).
Aktivitas tambang yang dilakukan perusahaan PT Manunggal Sarana Surya Pratama (MSSP) diduga jadi pemicu terjadinya banjir bandang di Desa Boenaga.
Presidium Jaringan Pemerhati Investasi Pertambangan (J-PIP), Habrianto mengatakan, pihak perusahaan hendaknya tak menyalahkan apalagi mengkambing hitamkan hujan sebagai dalil untuk berlindung dari musibah banjir yang menimpa masyarakat Desa Boenaga.
Pasalnya, banjir lumpur yang menyelimuti sarana pendidikan serta pemukiman masyarakat, jelas diduga akibat dari aktivitas pertambangan perusahaan tersebut.
Menurut Habrianto, selain karena intensitas hujan yang sangat tinggi, penyebab banjir lumpur juga diduga kuat akibat jebolnya penampungan limbah (tanah OB) perusahaan tambang nickel PT. MSSP.
“Banjir kali ini adalah banjir terparah, dan bukan karena intensitas hujan saja yang tinggi, namun penyebab utama dari banjir tersebut adalah karena kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari aktivitas perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut,” jelasnya pada Kamis 7 Juli 2022.
Dia juga menyebutkan, banjir bandang yang terjadi akibat tidak terkendalinya nafsu para investor untuk meraup keuntungan, sehingga tidak memperhatikan kaidah-kaidah pertambangan, utamanya terkait tata kelola pertambangan yang baik dan benar.
“Tentunya hal tesebut merupakan masalah yang serius, ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Jadi, harus sedini mungkin kita lakukan upaya upaya antisipatif, jangan asal nambang kemudian keselamatan masyarakat bukan menjadi soal,” katanya.
Habrianto juga menambahkan, ini merupakan salah satu kelalaian akibat kurangnya pengawasan dari Aparat Penegak Hukum (APH) serta instansi terkait dalam menertibkan, mengawasi serta menindak tegas para penambang-penambang yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah pertambangan, akhirnya masyarakat yang menjadi tumbal dari bencana tersebut.
Karena itu, Habri meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar segera meninjau izin lingkungan dari PT. MSSP, karena dinilai telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang sangat parah serta merugikan masyarakat lingkar tambang.
“Untuk itu, kami akan segera melaporkan hal tersebut ke KLHK agar secepatnya ditindaklanjuti, dan jika terbukti ada kelalaian serta ketidaktaatan dari perusahaan dalam menjaga lingkungan, maka kami juga akan mendesak Kementerian ESDM untuk mengeluarkan surat rekomendasi penghentian aktivitas (pencabutan IUP), dan bila perlu dilakukan pembatasan atau pengurangan wilayah IUP, sehingga hutan sebagai paru-paru dunia berfungsi dengan baik,” tegas Habri.
Laporan : Ikas Cunge