TenggaraNews.com, KENDARI – Sidang lanjutan perkara operasi tangkap tangan (OTT) Sekretaris Dinas (Sekdis) Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Sultra, Lasidale dengan agenda mendengarkan keterangan saksi digelar di Pengadilan Negeri Kendari, Kamis 25 April 2019.
Sidang yang dipimpin oleh Irmawati Abidin SH., MH selaku hakim ketua menghadirkan enam saksi. Lima diantaranya merupakan kepala sekolah SMKN asal Bombana dan Kolaka, satu lagi diantaranya adalah mantan Kepala Dinas Dikbud Sultra, Damsid.
Berdasarkan keterangan saksi Budi Hadi Joko, terdapat permintaan fee 10 persen dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diterima pihak sekolah. Fee tersebut disampaikan terdakwa Lasidale kepada kepala sekolah yang menghadiri bimbingan tekhnis (Bimtek) DAK 2018, di Hotel Kubra Kendari.
Diketahuinya, berdasarkan penyampaian dari terdakwa, skema penyerahan fee tersebut adalah 352. Yakni tiga persen pada tahap pertama, lima persen di tahap kedua dan dua persen untuk pencairan anggaran tahap ketiga.
“Waktu itu ada undangan Bimtek DAK di Hotel Kubra, dikirim lewat BBM. Semua kepala sekolah penerima bantuan hadir, membicarakan persoalan tekhnis DAK,” ujar Kepala SMKN 1 Bombana itu.
Dia juga menjelaskan, dalam Bimtek DAK tersebut dilakukan penandatanganan MoU DAK 2018, dimana kepala sekolah bertindak sebagai pihak pertama dan Sekdis mewakili Dinas Dikbud sebagai pihak kedua.
Saksi juga menerangkan terkait Sistem penandatanganan MoU yang dilakukan secara bergantian atau antrian di kamar hotel nomor 303. Di dalam ruangan tersebut hanya nampak terdakwa seorang diri.
“Kemudian, disampaikan terkait fee 10 persen yang ditunjukan menggunakan polpen. Selain itu, diberikan juga gambar,” terangnya.
Adapun penjabaran fee 10 tersebut terdiri dari 0,5 persen untuk laporan, 0,1 persen untuk konsultan, 3 persen untuk terdakwa selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) dan 5 persen untuk yang di atas (pimpinan).
“Setoran 10 persen itu tidak ada penegasan sanksi, jika fee tersebut tidak disetorkan,” tambahnya.
Dia juga menambahkan, sekolah yang dipimpinnya itu mendapatkan DAK untuk pengadaan laboratorium senilai Rp262 juta, dengan proses pencairan sebanyak tiga kali. Tahap pertama senilai 25 persen yakni Rp65 juta, kemudian Rp118 juta untuk tahap kedua dan Rp78 juta tahap ketiga.
“Tahap pertama itu yang saya setor Rp15 juta,” tambahnya.
Budi juga mengaku, sebelumnya, Ia tak mengetahui jika satuan pendidikan yang dipimpinnya itu mendapatkan bantuan DAK. Saat itu, Ia ditelfon salah seorang pegawai Dinas Dikbud Sultra bernama Faisal yang memerintahkan dirinya membuat proposal.
Berdasarkan keterangan para saksi, nominal fee yang diserahkan setiap tahapnya bervariasi. Mulai dari Rp5 juta hingga 27 juta. Lokasi penyerahannya pun terjadi di beberapa tempat, ada yang menyerahkan di Hotel Kubra saat menghadiri Bimtek, ada juga di bilangan by pass dan di D’blits hotel.
Terdakwa membantah terkait nominal fee yang diterimanya dari para saksi. Menurut dia, jumlah uang yang diterima hanya dikisaran Rp5 juta sampau Rp15 juta.
Sebagaimana diketahui, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra melakukan OTT terhadap terdakwa Lasidale, Rabu 28 November 2018 lalu, di salah satu hotel di Kendari. Dalam OTT itu, tim Kejati Sultra mengamankan uang tunai senilai Rp 425 juta yang diduga has dari setoran fee DAK para kepala SMK di Sultra.
Laporan: Ikas