TenggaraNews.com, JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan surat edaran Nomor 1 Tahun 2022 tentang perdata khusus yang mengatur mekanisme pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Surat tersebut merupakan terobosan besar dalam menyelesaikan kasus koperasi-koperasi yang bermasalah diberbagai wilayah di Indonesia.
Menanggapi keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) tersebut, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki mengaku gembira.
“Ini terobosan dalam menyelesaikan kasus koperasi yang bermasalah,” ujarnya sebagaimana dikutip dari laman kemenkopukm pada Kamis, 29 Desember 2022.
Dengan demikian, permohonan pernyataan pailit dan permohonan PKPU terhadap koperasi hanya dapat diajukan menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang perkoperasian, yaitu Menteri Koperasi dan UKM.
“Dengan adanya aturan ini, pengurus koperasi yang nakal tidak lagi bisa memakai skema dan modus pailit dan PKPU,” kata Teten dalam Refleksi 2022 dan Outlook 2023 Kementerian Koperasi dan UKM.
Mantan Kepala Staf Presiden (KSP) itu mengakui, pihaknya sempat mengalami kesulitan dalam memitigasi 8 koperasi bermasalah yang merugikan masyarakat sebesar Rp 26 triliun. “Tidak ada mekanisme penyelesaiannya, tidak seperti di perbankan,” ujarnya.
Bahkan, dijelaskan dia, UU 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian tidak memiliki kewenangan dalam pengawasan koperasi. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa pengawasan koperasi dilakukan secara internal di tubuh koperasi itu sendiri. Oleh karena itu, Menteri Teten bersama seluruh stakeholder terus mendorong revisi UU Perkoperasian.
“Insya Allah, tahun depan RUU Perkoperasian bisa kita tuntaskan,” tegasnya.
Ditambah lagi akan adanya UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Artinya, tegas Teten, bahwa akan ada batasan jelas dan tegas antara koperasi yang open loop dan close loop.
Laporan : Rustam