TenggaraNews.com, MUBAR – Baru-baru ini, masyarakat Kabupaten Muna Barat (Mubar) dihebohkan obat kadaluarsa alias ekspayer yang ditemukan Penjabat Bupati, Dr. Bahri saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) di beberapa Puskesmas yang tersebar di Bumi Praja Laworo.
Adanya obat ekspayer atau kadaluarsa yang ditemukan dibeberapa Puskesmas di Kabupaten Muna Barat menjadi isu hangat yang diperbincangkan saat ini.
Kinerja Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) pun ikut terseret dalam kasus temuan obat tersebut.
Atas temuan itu, Kepala BPOM Sultra Drs. Yoseph Nahak Klau, Apt., M.Kes mengatakan pengawasan yang dilakukan BPOM dalam menjamin keamanan mutu dan efiikasi obat, pihaknya selalu melakukan pengawasan dan memastikan distribusi obat dan standar pelayanan farmasi di Puskesmas.
“Kita itu kan ada standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas. Kemudian ada pedoman cara distribusi obat,”ungkapnya saat dihubungi Selasa malam, 19 Juli 2022.
Pedoman itu mensyaratkan agar penanganan terhadap obat yang kadaluarsa harus dipisahkan dan diberi tanda, lalu dimusnahkan sesuai prosedur.
Selain itu, di gudang farmasi juga terdapat pedoman penanganan produk kadaluwarsa, untuk mencegah agar obat kadaluarsa tidak diberikan pada pasien.
“Itu fokus pengawasan BPOM. Kita memastikan jangan sampai obat yang mutunya sudah ekspayer diberikan pada pasien,” ujarnya.
Begitu juga di Puskesmas, obat kadaluarsa dipisahkan dan diberi tanda lalu direturn di instalasi farmasi untuk dimusnahkan sesuai prosedurnya pula.
“Kalaupun ada ditemukan di Puskesmas itu wajar saja. Akan tetapi yang menjadi titik fokus pengawasan BPOM adalah penanganannya, bagaimana pihak Puskesmas itu memperlakukan produk obat itu. Itu fokus BPOM,” cetus mantan Pengawas Farmasi dan Makanan pada BPOM Kupang itu .
Jika dalam penanganannnya tidak sesuai prosedur, maka pihaknya akan memberi teguran dan peringatan agar taat dan patuh pada SOP penanganan obat.
Selain itu, fokus BPOM yang lain adalah penyimpanan obat. Obat harus disimpan pada suhu dingin, juga ada obat tidak boleh lebih dari 28 derajat. Karena itu berpengaruh pada mutu obat.
“Juga obat harus dibeli dari sumber yang resmi. Puskemas harus mendapat obat dari instalasi farmasi kabupaten. Kemudian instalasi farmasi kabupaten dalam proses pengadaannya juga harus dipastikan membeli dari pedagang besar farmasi atau distributor. Harus beli dari distributor resmi. Karena kalau diluar itu tidak dijamin mutu obat,” terangnya.
“Sampai saat ini belum ada temuan obat kadaluarsa sampai kepada pasien. Tidak menutup kemungkinan tetap ada obat kadaluarsa di Puskesmas. Yang menjadi fokus kita adalah penanganannya harus sesuai SOP itu. Tapi sampai saat ini belum ada didapatkan obat kadaluarsa sampai kepada pasien. Jadi sekali lagi fokus pengawasan kami adalah untuk memastikan menerapkan standar pelayanan farmasi di puskesmas dan standar distribusi obat di instalasi farmasi. Sejauh ini hasil pengawasan, obat kadaluarsa dipisahkan dan diberi tanda,” tutupnya.
Laporan : Hasan Jufri