TenggaraNews.com, MUNA – Aliansi Masyarakat Pemerhati Keadilan (AMPK) bersama warga Sesa Wakorambu, Kecamatan Batalaiworu, Kabupaten Muna melakukan aksi demonstrasi di depan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN), terkait sengketa tanah warga dengan Kodim 1416 Muna, Rabu 27 Desember 2018.
Ramadhan selaku juru bicara aksi meminta pihaknya dipertemukan dengan pihak Kanwil, agar diadakan dialog dengan masyarakat, untuk mengetahui tentang kebenaran pengukuran tanah, sesuai dengan Undang-Undang (UU) pengukuran tanah yang terjadi di agraria.
“Kami meminta rujukan yang diajukan oleh pihak pertanahan karena menimbulkan sertifikat harus ada dasar, fakta bukti yang ditujukan permohonan itu. Permohonan-permohonan inilah yang ingin kami lihat, apakah yang bermohon dari pihak Kodim, oknum pribadi atau nama institusi, dasarnya dia bermohon apakah Surat Kepemilikan Tanah (SKT) dari kelurahan, hasil kelola, diwariskan atau dihibahkan,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala BPN Muna, Raja Muddin, S.sos mengatakan, bahwa dasarnya terbit sertifikat berdasarkan surat keputusan pemberian hak paten tuntutan hak Kodim
“Kami dari pertanahan sendiri akan berkoordinasi dengan pihak Kanwil, dan bersurat langsung ke pihak Korem biar nanti menghubungi pihak Kodim Muna, untuk menunda sementara eksekusi yang akan dilakukan,” ujar Raja Muddin.
Disinggung soal sertifikat yang dipegang oleh warga, Kepala BPN Muna ini menjelaskan, akan tetap mengupayakan karena itu tidak bisa batalkan
“Kami tidak punya kewenangan untuk pembatalan, namun ada dua jalur tempuh untuk bisa dibatalkan, manakala sertifikat diserahkan secara sukarela untuk dibatalkan atau keputusan pengadilan dalam hal ini digugat,” jelas Raja Muddin.
Warga sendiri tidak terima dengan langkah yang diambil oleh pihak Kodim. Pasalnya, pada tanggal 31 Desember 2018 lalu, sebanyak 22 Kepala Keluarga (KK) akan dieksekusi dari tempat tinggal mereka, padahal warga memiliki sertifikat yang telah diterbitkan ditahun 2003 lalu.
“Jika kami digusur, maka akan kami lawan walaupun darah taruhannya,” tegas salah satu pendemo yang tidak mau dipublish namanya. (Phoyo)