TNC, KENDARI – Pasca aksi demonstrasi ratusan perawat yang tergabung dalam Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Senin 2 Oktober 2017 di Kantor DPRD Provinsi, terkait realisasi hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) beberapa bulan lalu yang hingga saat ini belum direalisasi, Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Saleh Lasata menanggapi dingin hal tersebut.
Menurut dia, soal pengangkatan perawat dalam formasi CPNSD, pihaknya menyerahkan ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (KemenPAN-RB), sebagai lembaga yang berwenang untuk menentukan hal tersebut.
“Kalau dibuka pintu yah kita laksanakan. Tapi kalau tidak, yah kita mau bagaimana,” ujar Saleh Lasata, Selasa 3 Oktober 2017.
Selain itu, dia juga berharap agar para perawat tidak selalu menyudutkan pemerintah daerah (Pemda), soal upah layak yang kini belum didapatkan. Pasalnya, oknum tertentu terkadang meminta untuk masuk ke instansi, dengan alasan untuk mengabdi meski tak diberikan honor yang layak. Akan tetapi, setelah beberapa lama baru mulai muncul tuntutan seperti itu.
Pada dasarnya, kata mantan Bupati Muna ini, Pemda sudah tak diperbolehkan untuk menerima pegawai honorer. Namun, terkadang muncul desakan yang awalnya niatan hanya sekedar mengabdi saja, makanya terkadang ada juga yang disanggupi.
Menurut dia, hal serupa juga biasa terjadi saat oknum pegawai memaksa untuk pindah ke instansi lain. Di awal berjanji tidak akan meminta jabatan, tapi ketika sudah berjalan beberapa bulan, biasanya sudah muncul pernyataan atau keluhan soal posisi atau jabatan.
“Makanya, kalau saya biasanya ad catatan bahwa tidak akan menuntut jabatan. Untuk itu, tolong dipahami juga kondisi Pemda,” pungkasnya.
Untuk diketahui, selain menggelar aksi demonstrasi, ratusan perawat itu juga mogok kerja hingga ada kejelasan soal realisasi hasil RDP.
Ketua Gerakan Nasional Perawat Honorer Idonesia Sultra, Arzan menjelaskan, pihaknya menuntut agar petugas kesehatan khususnya para perawat diberikan upah yang layak sesuai UMK ataupun UMR.
“Profesi kami kerap bersentuhan langsung dengan penyakit,dan resikonya besar, namun pemerintah seakan tidak memperdulikan hal ini,” katanya.
Laporan: Ikas Cunge