TenggaraNews.com, KENDARI – Kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra) soal relokasi para Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan eks. MTQ terus mendapatkan sorotan dari berbagai pihak. Pasalnya, melalui surat edaran Nomor 003.3/1680 pada 2 April 2018, yang ditandatangani oleh Pj. Gubernur Sultra, Teguh Setyabudi. Pemprov Sultra meminta agar kawasan itu disterilkan dari sejumlah kios atau lapak pedagang.
Komunitas Jurnalis Jalan-jalan (KJ3) yang konsen liputan pariwisata Sultra, menyoroti sikap Pemprov tersebut yang terkesan mengeyampingkan pelaku usaha kecil dan menengah (UKM), menjelang pelaksanaan event Halo Sultra 2018 yang menelan dana APBD sebesar Rp 1,2 Miliar.
“Bicara pengembangan pariwisata tidak lepas dari dukungan pelaku UKM. Maka kami sangat heran dan menyayangkan kebijakan Pemprov Sultra, buat event Halo Sultra dalam rangka HUT Sultra tapi menggusur usaha pelaku UKM di MTQ,” ungkap Ifal Candra Moluse, SH, Publik Relation (PR) KJ3, Kamis 12 April 2018.
Menurut ayah satu anak ini, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sultra yang juga berperan membina pelaku ekonomi kreatif, terkesan melakukan pembiaran penggusuran yang dilakukan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Sultra.
“KJ3 tidak bisa mengerti pola pembinaan UKM yang diterapkan Pemprov Sultra. Ada kesan kalau event Halo Sultra digelar, selalu pelaku UKM terpinggirkan. Mereka disudutkan, mereka digusur sesuka pejabat,” tegas Ifal.
Tahun 2017 lalu, kata dia, usai digelar event Halo Sultra, mantan Gubernur Sultra Nur Alam, memberikan ruang kepada pelaku UKM untuk memanfaatkan stand pameran sebagai tempat berusaha. Maka ramai-ramailah pelaku UKM memanfaatkan stand tersebut. Kebijakan tersebut ditegaskan melalui surat edaran nomor 002.4/3525 yang ditanda tangani oleh Wakil Gubernur Sultra Saleh Lasata pada 30 April 2017 lalu. Dimana dalam point kedua pada surat edaran ini menjelaskan, bahwa para pedagang kuliner yang berada di luar pagar agar segera masuk ke dalam kawasan tugu religi.
Anehnya, setelah stand tersebut digunakan dengan baik, sekarang malah pedagang mau direlokasi lagi ke luar, tanpa adanya jaminan apakah pasca Halo Sultra nanti para PKL ini masih bisa aman dan nyaman berdagang di tempat tersebut. Selain itu, lanjut vokalis Anaconda Band ini, kebijakan relokasi ini juga menggambarkan betapa plin planya pemerintah, yang tak memeprhitungkan potensi kerugian pedagang.
“Ini kan namanya tidak ada kepastian berusaha yang diberikan Pemprov Sultra. Pemprov perlu tahu, pelaku UKM yang berusaha di MTQ itu tidak ada yang gratis. Mereka membayar. Hanya ini yang perlu ditelusuri, apakah masuk PAD atau menguap,” jelas Ifal.
Selain kebijakan relokasi tersebut, dia juga menyinggung soal target Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mendatangkan 100 ribu wisatawan dalam event Halo Sultra, yang menurutnya harus diperjelas.
“Saya kira buatlah target yang realistis. Kalau menampilkan artis nasional, lalu mendatangkan penonton yang banyak, ini kemudian diklaim banyak wisawatan domestik, sebenarnya bukan semacam ini yang diharapkan, ” katanya.
KJ3 juga menyoroti event Halo Sultra yang identik dengan panggung artis nasional. Anggaran besar dialokasikan lebih banyak disedot performance grup band papan atas nasional. Sementara ruang pementasan seni dan budaya Sultra, terbilang sempit.
Olehnya itu, KJ3 berharap kepada Pemprov Sultra, agar perayaan HUT Sultra yang akan digelar mulai 23 sampai 27 April 2018 mendatang, benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Sultra. Bukan dinikmati segelintir atau sekelompok orang saja.
Laporan: Muhamad Isran