TenggaraNews.com, KENDARI – Demi menyukseskan penyelenggaraan rangkaian HUT Sultra ke-54, dengan selebrasi bertajuk Halo Sultra, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra) mengeluarkan kebijakan terkait pengosongan kawasan eks. MTQ dari aktvitas pada pedagang kuliner, yang selama ini menjalani rutinitas usahanya tersebut. Kebijakan tersebut dituangkan melalui surat edaran Nomor 003.3/1680 pada 2 April 2018, yang ditandatangani oleh Pj Gubernur Sultra, Teguh Setyabudi.
Jika kebijakan ini dipaksakan Pemprov Sultra, maka portensi kerugian yang dialami pedagang bisa mencapai hingga ratusan juta. Hal ini pun yang harus diperhitungkan dan dipahami pemerintah. Selain itu, kebijakan tersebut hendaknya disertai dengan solusi tepat, sehingga ada kepastian bagi para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam melaksanakan usahanya.
Rumah Makan Ayam Goreng Kalasan merupakan salah satu UKM yang akan paling merasakan dampak kebijakan tersebut. Pasalnya, rumah makan ini memiliki areal usaha yang cukup luas, dengan menggunakan bahan spandek.
Owner Ayam Goreng Kalasan, Victor mengungkapkan, bahwa dirinya mengeluarkan anggaran sebesar Rp 65 juta untuk pembenahan areal ussahanya tersebut, kemudian ditambah lagi dengan biaya pembelian bahan serta biaya lain-lainnya. Sehingga Ia mengakumulasi total kerugian jika usahanya itu harus dibongkar bisa mencapai hingga Rp 100 juta lebih.
Untungnya, areal usahanya tersebut masih ada peluang untuk tak dibongkar. Hal itu mengacu pada hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) alias hearing bersama Anggota Komisi II DPRD Provinsi Sultra, dan pihak-pihak terkait di Pemprov Sultra. Dimana, kawasan yang akan dilakukan penataan hanya pada areal pusat pelaksanaan Halo Sultra, yakni pada bagian Tugu Religi hingga ke wilayah SSDC.
“Kalau saya lihat, sepertinya tempat saya ini tidak termasuk ji wilayah yang akan ditertibkan. Karena dibongkar atau tidaknya toh tidak berpengaruh terhadap pelaksanaan Halo Sultra, karena pusat kegiatannya berada di sekitar Tugu Religi,” jelas Victor kepada TenggaraNews.com saat ditemui di tempat usahanya, Jumat 13 April 2018.
Kendati demikian, kata dia, pihaknya juga sempat menerima surat edaran terkait perintah pengosongan kawasan Eks. MTQ tersebut. Namun , pasca RDP beberapa hari, hingga saat ini sudah tidak ada lagi pemberitahuan soal surat edaran Pemprov Sultra itu.
Selain itu, Victor juga menyinggung soal kebijakan pemerintah yang membuat dirinya dan rekan-rekan pelaku UKM lainnya bingung dan heran. Sebab, awalnya mereka (pedagang) berjualan di luar pagar, setelah itu diintstruksikan agar menata tempat usahanya dengan menggunakan spandek. Tak lama kemudian, Pemprov mengeluarkan kebijakan melalui surat edaran nomor 002.4/3525 yang ditanda tangani oleh Wakil Gubernur Sultra, Saleh Lasata pada 30 April 2017 lalu. Dimana, dalam point kedua pada surat edaran ini menjelaskan, bahwa para pedagang kuliner yang berada di luar pagar agar segera masuk ke dalam kawasan tugu religi.
Anehnya, kini Pemprov mala kembali mengeluarkan kebijakan dengan meminta kepada pedagang agar segera hengkang dari kawasan MTQ. Parahnya lagi, pemerintah terkesan hanya memikirkan kesuksesan Halo Sultra, tanpa berfikir memberikan solusi yang tepat, terkait keberlangsungan usaha para pedagang.
Lebih lanjut, Victor menjelaskan, bahwa pada dasarnya pedagang bersedia ditata, namun pemerintah harus bijak dan soluktif dalam mengambil kebijakan.
“Kawasan ini kalau dikelola pemerintah bisa memberikan PAD yang lumayan tinggi loh. Sayangnya, selama ini penataannya terkesan rancu,” jelas Victor.
Menanggapi pemberitaan soal kebijakannya yang disoroti, Penjabat (Pj) Gubernur Sultra, Teguh Setyabudi berjanji akan akan mengambil kebijakan yang terbaik bagi pemerintah dan pedagang.
“Terkait masalah penataan pedagang, sekali lagi Pemprov akan ambil kebijakan yang terbaik dan tidak mengabaikan mereka,” ujar Teguh saat dikonfirmasi melalui akun Whatsapp miliknya.
Berdasarkan penelusuran TenggaraNews.com, kawasan Tugu Religi eks. MTQ Kendari nampak sudah kosong dari aktivitas pedagang kuliner, yang selama ini menjalani rutinitas usahanya tersebut guna memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Sedangkan sisi pagar luar yang sejak Mei 2017 lalu kosong karena para pedagang dipaksa masuk ke dalam, kini sudah nampak ramai lagi dihuni oleh tenda-tenda para pedagang.
Laporan: Ikas Cunge