TenggaraNews.com, KONAWE UTARA – Front Pemuda Konawe Utara (FPKU) mendesak PT. Aman Fortuna Nusantara (AFN) yang merupakan group dari PT. Jhonlin segera menghentikan segala bentuk aktivitas perkebunan tebu yang selama ini dilakukan, sebelum dipenuhi semua tuntutan dan hak-hak masyarakat di kawasan Lawali, Kecamatan Asera, Kabupaten Konawe Utara (Konut).
Korlap FPKU Yayat Hidayat menegaskan, sejak hadir di Asera pada Oktober 2018 hingga saat ini, perusahaan tersebut tidak memberikan manfaat untuk masyarakat setempat. Justru, aktivitas PT. AFN ini hanya menimbulkan sejumlah polemik fundamental yang berkepanjangan.
“Kami juga mendesak management PT. AFN agar menghentikan upaya penjualan paksa di kawasan Lawali, yang jelas-jelas merugikan warga,” tegas Yayat, saat dikonfirmasi TenggaraNews.com, Rabu 27 Februari 2019.
Ditambahkannya, dalam kurun waktu tersebut, pihaknya sudah melakukan aksi demonstrasi sebanyak 18 kali, namun tak Ada juga upaya penyelesaian polemik tersebut dari perusahaan. Bahkan, gerakan yang dibangun kerap dihadang dengan intimidasi dari preman bayaran.
Disebutkan Yayat, aksi yang digelar 25 Februari 2019 kemarin, pihaknya dihadang oleh sejumlah preman bayaran dan oknum brimob bersenjata lengkap, saat Ia bersama rekan-rekannya hendak menuju ke lokasi perusahaan.
“Dan terpaksa kami mengalikan aksi ke Kantor Bupati. Alhamdulillah, Bupati Konawe Utara hingga detik ini tidak mau menerima atau menemui kami, dia selalu mengindari Jami,” beber Yayat.
Menurut dia, aksi yang dilakukan oleh pihaknya tidak dalam rangka menolak hadirnya investasi di daerah tersebut. Hanya saja, FPKU menkritisi poses masuknya investasi yang dinilai merugikan masyarakat, dan hanya memberikan keuntungan bagi kelompok tertentu.
Dijelaskan Yayat, beberapa persoalan fundamental yang ditimbulkan dari aktivitas pertanian tersebut yakni sosialisasi terkait analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang belum tuntas, namun perusahaan tersebut sudah melakukan aktivitas, seperti pembukaan jalan dan pembukaan lahan pembibitan tebu.
Kedua, kata dia, perusahaan juga belum pernah melakukan sosialisasi terkait lahan milik masyarakat. Kemudian, sosialisasi lahan (status lahan apakan bagi hasi atau ganti rugi) belum dilakukan, namun perusahaan sudah melakukan upaya penjualan paksa lahan masyarakat dengan harga Rp1 juta per hekatare.
“Keempat, masyarakat dipaksa menandatangani surat pelepasan hak atas tanah. Proses ini yang kami tidak terima,” ujarnya.
Selain itu, aksi masa juga mengecam sikap Pemkab Konut yang seakan-akan melakukan pembiaran terhadap penjualan paksa Lahan Lawali, dengan modus penerbitan SKT yang dilakukan oleh Plt. Desa Asemi Nunulai dan diketahui Camat Asera.
“Ini jelas perbuatan yang melanggar hukum,” ungkap Yayat.
Hal lain yang juga dilakukan oleh PT AFN ini adalah perambahan hutan (ilegal loging). Padahal, di lokasi tersebut merupakan hutan kawasan. Apalagi, perusahaan tersebut tidak mengantongi izin pengolahan kayu.
“Namun, kayu kami habis di rambah,” pungkasnya.
(Rus/red)