TenggaraNews.com, KOLAKA – Dugaan penyerobotan lahan milik warga Kelurahan Anaiwoi, Kecamatan Tanggetada, Kabupaten Kolaka yang diduga dilakukan sekelompok orang mengatasnamakan komunitas masyarakat adat Mekongga dengan dalih tanah adat terus bergulir di kepolisian.
Berdasarkan penelusuran jurnalis TenggaraNews.com, warga yang diserobot lahannya telah melakukan pelaporan ke Polsek Watubangga, Polres Kolaka hingga Polda Sultra. Kuat dugaan, para pelaku penyerobotan merupakan kelompok mafia tanah.

Dari sejumlah laporan tersebut, terdapat beberapa nama sebagai terlapor, diantaranya Arnol Sundusing, Supriadi, Taslim, Lena, Darmin, Budiman dan sejumlah nama lainnya yang diduga bagian dari kelompok penyerobot lahan milik warga.
Jurnalis TenggaraNews.com mencoba mengkonfirmasi ke salah satu terlapor bernama Arnol Sundusing melalui selularnya, untuk menanyakan perihal dugaan penyerobotan yang dilaporkan warga. Akan tetapi, Arnol yang beberapa kali ditelpon tak mengangkat telpon genggamnya.
Selanjutnya, jurnalis TenggaraNews.com menelpon Darmin yang juga merupakan salah satu terlapor dalam kasus tersebut. Alhasil, mahasiswa Fakultas Hukum USN Kolaka itu berhasil dikonfirmasi.

Kepada TenggaraNews.com, Darmin membantah perihal dugaan penyerobotan yang dialamatkan kepada dirinya. Menurut dia, terkait masalah penyerobotan, harus dibuktikan dulu apa yang di serobot.
“Lokasi itu memang sebenarnya tidak bisa dikatakan sebagai penyerobotan. Kemudian, legalitas lahan yang dikatakan diserobot itu tidak bisa dibuktikan atau tidak perlihatkan surat-surat kepemilikan atau bukti alas hak. Kalau menyampaikan bahwa lahan itu bersertifikat tidak bisa mereka tunjukan,” ungkap Darmin, Selasa 18 Februari 2020.
Kemudian, lanjutnya, secara historis tanah itu kawasan hutan pinus, dengan artian tanah negara. Darmin juga menyebutkan, bahwa SK Bupati 188-144 tahun 2015 tentang pembebasan status kawasan menjadi dasar masuknya masyarakat di lokasi tersebut.
“Jadi, di SK itu ditunjukan lokasi-lokasi yang dibebaskan, masuk Desa Lalonggopua, lahan yang dibelakang bandara, yang tidak ada itu di Anaiwoi. Pada saat SK itu keluar, masyarakat sudah mulai masuk, klaim tanah karena sudah pembebasan kawasan,” jelasnya.

Darmin juga membantah soal namanya yang disebut-sebut ikut dalam penggusuran lahan warga tersebut. Dikatakannya, bahwa masyarakat Anaiwoi dan Papalia yang melakukan penggusuran, sedangkan dirinya hanya melakukan advokasi.
“Kalau yang menggusur bukan saya, saya juga tidak tahu objek mana yang digusur. Tapi kita tidak tahu lokasinya siapa yang digusur. Masyarakat yang menggusur, itu masyarakat Anaiwoi dan Popalia, dua kampung itu. Masyarakat patungan untuk menyewa alat milik PT. SJS (H. Sukri) dan PT. Dewi Jaya (H. Gunawan),” katanya.
Selain itu, Darmin juga mengklarifikasi soal video yang beredar, yang menyebut bahwa dirinya sebagai ketua kelompok penyerobot.
“Saya bukan ketua ketua kelompok, di sini tidak ada ketua kelompok. Yang jelas di sini atas nama masyarakat, dan saya tidak pernah melakukan pengurusan melainkan masyarakat,” tambahnya.
Darmin juga mengakui jika H. Gunawan memiliki lahan seluas satu hektare. Hanya saja, Ia tak tahu menahu dari mana dan siapa yang memberikan tanah tersebut kepada kontraktor tersebut.
Salah satu warga yang diserobot lahannya, Andi Jumaing (57) tak bisa berbuat banyak ketika mendapati lahannya diserobot oleh Arnol Sundusing Cs. Akibatnya, sejumlah pohon siap olah dan beberapa tanaman jangka panjang lainnya rata tanah, usai digusur menggunakan alat berat.

Olehnya itu, warga Kelurahan Anaiwoi, Kecamatan Tanggetada itu melaporkan Sundusing Cs ke pihak Kepolisian Sektor (Polsek) Watubangga, pada 19 November 2019 lalu atas penyerobotan lahan dan pengrusakan.
Kepada TenggaraNews.com, Andi Jumaing mengaku kaget ketika melihat lahannya sudah dirusaki oleh terlapor bersama rekan-rekan lainnya. Sebanyak 20 pohon jambu mete ditebang. Parahnya lagi, Arnol Sundusing menyewa alat berat dan melakukan penggusuran di lahan tersebut tanpa seizin pelapor.
Andi Jumaing menyebutkan, bahwa dari tiga hektare lebih luasan lahan miliknya, Arnol Sundusing Cs sudah melakukan pengrusakan setengah dari total luasan tanah tersebut.
“Waktu saya perlihatkan kuitansi pembelian dan sertifikat kepemilikan atas nama orang yang menjual kepada saya (Wangkouna, red), dia bersama teman-temannya sempat berhenti selama tiga hari. Tapi, mereka tetap naik menggusur menggunakan alat berat,” beber pria paruh baya tersebut, saat ditemui di Mapolres Kolaka, belum lama ini.

Olehnya itu, Andi Jumaing berharap agar pihak kepolisian bisa memberikan rasa keadilan atas penyerobotan dan pengrusakan yang dilakukan Arnol Sundusing Cs, sehingga berakibat pada kerugian yang dialami pelapor.
Di tempat berbeda, Solihin (anak La Gani) berharap agar laporan penyerobotan lahan milik orang tuanya itu cepat diproses. Sebab, lokasi yang diserobot oleh Taslim Cs itu memiliki legalitas yang kuat secara hukum, berupa sertifikat yang diterbitkan pihak BPN pada 1995 lalu.
“Sudah berapa tahun ini di lokasi saya itu mereka masuk menanam supaya kita ndak bisa masuk lagi,” ucapnya.
Menurut warga Desa Tanggoni, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka ini, Taslim Cs menyerobot lahan tersebut dengan alasan status kawasan tanah ulayat atau tanah adat dari sesepuh mereka.
Padahal, Solihin telah memperlihatkan alas hak kepemilikan lahan kedua orang tuanya itu. Namun, terlapor tetap ngotot dan tidak mengakui.
Laporan: Ikas